CERITA INI dimulai ketika kita masih kecil. Saat kita makan bersama Ibu, dan kita sangat suka dengan masakan Ibu, tapi saat kita mau menambah, makanan itu sudah habis. Ibu melihat kita dan tersenyum kemudian beliau mulai memindahkan isi mangkuknya ke mangkuk kita, beliau selalu berkata “Makanlah nasi ini anakku. Aku tidak lapar”
Ini adalah kebohongan Ibu yang pertama.Ketika kita mulai tumbuh dewasa, dengan tekunnya ibu menggunakan waktu luangnya untuk mencari nafkah, berharap bias membelikan kita makanan yang kita suka, yaitu ikan. Ibu memasak ikan tersebut menjadi sup ikan segar yang meningkatkan selera makan kita. Ketika kita memakan ikan tersebut, ibu akan duduk di sebelah kita dan memakan daging sisa ikan tersebut, yang masih menempel pada tulang ikan yang telah kita makan. Kita menggunakan sendok kita dan memberikan potongan ikan yang lain kepadanya. Tetapi beliau langsung menolaknya dengan segera dan mengatakan ” Makanlah ikan itu nak, aku tidak seberapa menyukai ikan.”
Itu adalah kebohongan ibu yang keduaKemudian, ketika kita berada di bangku sekolah menengah, untuk membiayai pendidikan kita, ibu pergi membanting tulang membantu menyukupi kebutuhan kita. Pulang bekerja ibu mempersiapkan semua kebutuhan kita, membereskan rumah dengan ketekunannya. Melihat itu kita berucap “Ibu, tidurlah, sekarang sudah malam, besok pagi Ibu masih harus pergi bekerja.” Ibu tersenyum dan berkata “Pergilah tidur, sayang. Aku tidak Lelah.”
Itu adalah kebohongan ibu yang ketigaPada saat Ujian akhir, ibu meminta izin dari tempat ia bekerja hanya untuk mengantar kita ke sekolah. Pada saat siang hari dan matahari terasa sangat menyengat, dengan tabah dan sabar ibu menuggu kita dibawah terik sinar matahari untuk beberapa jam lamanya. Dan setelah bel berbunyi, yang menandakan waktu ujian telah berakhir, Ibu dengan segera menyambut kita dan memberikan kita segelas teh yang telah beliau siapkan sebelumnya di botol dingin. kental nya teh terasa tidak sekental kasih sayang dari Ibu, yang terasa sangat kental. Melihat ibu menutup botol tersebut dengan rasa haus, langsung kita memberikan gelasku dan memintanya untuk minum juga. Ibu berkata “Minumlah, nak. Ibu tidak haus!
Itu kebohongan ibu yang ke empatKarena usia, ayah kita terserang sakit dan mungkin harus menutup kenangan nya di dunia., Ibu kita tersayang harus menjalankan peran nya sebagai orang tua tunggal. dengan mengerjakan tugasnya terlebih dahulu, beliau harus mencari uang untuk memenuhi kebutuhan kita sendiri. Banyak tetangga yang sering membantu kita. Mereka sering menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang sangat keras kepala, tidak memperdulikan nasihat mereka, dia berkata “Saya tidak butuh cinta.”
Itu adalah kebohongan ibu yang ke limaSetelah kita menyelesaikan pendidikan kita dan mendapatkan sebuah pekerjaan. itu adalah waktu bagi ibu kita untuk beristirahat. Tetapi beliau tetap tidak mau; beliau sangat bersungguh-sungguh mencari nafkah buat kebutuhan ibu sendiri. kita, yang bekerja di kota yang lain, sering mengirimkan beliau sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan nya, tetapi Beliau tetap keras kepala untuk tidak menerima uang tersebut. Beliau sering mengirim kembali uang tersebut kepada kita. Beliau berkata “Saya punya cukup uang”
Itu adalah kebohongan ibu yang keenamSetelah kita lama bekerja dan sukses di kota lain, bekerja dengan gaji yg lumayan tinggi. kita berniat untuk mengambil Ibu dan mengajak nya untuk tinggal di kota bersama-sama. Tetapi Ibu kita tersayang tidak mau merepotkan anak lelakinya. Beliau berkata kepada kita “Saya tidak terbiasa.”
Itu adalah kebohongan ibu yang ke tujuhSewaktu memasuki masa tuanya, ibu terkena sakit keras dan harus dirawat di rumah sakit. Kita yang terpisah sangat jauh dan terpisah oleh lautan, segera pulang ke rumah untuk mengunjungi ibu kita tersayang. Beliau terbaring lemah di tempat tidurnya selepas selesai menjalankan operasi. Ibu yang terlihat sangat tua, menatap kita dengan tatapan rindu yang dalam. Beliau mencoba memberikan senyum di wajahnya. Meskipun terlihat sangat menyayat dikarenakan penyakit yang dideritanya. Itu sangat terlihat jelas bagaimana penyakit tersebut menghancurkan tubuh ibu kita. Dimana beliau sangat terlihat lemah dan kurus. Kita mulai mencucurkan airmata di pipi dan menangis. Hati kita sangat terluka, teramat sangat terluka, melihat ibu kita dengan keadaan yang demikian. Tetapi ibu, dengan segala kekuatannya, berkata, “Jangan menangis, anakku sayang, Ibu tidak sakit”
Itu adalah kebohongan ibu yang ke delapan.